Faktor Penyebab Terjadinya Retak Pada Pengelasan

Pengertian Definisi Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas, HAZ. Retak Dingin atau cold cracking di daerah pengaruh panas atau HAZ umumnya tidak langsung terbentuk saat pengelasan. Retak jenis ini terjadi setelah proses pengelasan selesai, biasanya setelah beberapa menit sampai dua hari atau bahkan bisa lebih lama lagi.  Karena retak terjadi setelah pengelasan selesai, maka retak ini disebut retak lambat. Retak yang terbentuknya terlambat dibanding proses pengelasannya. Retak ini biasa juga disebut delay crack.

Gambar 1 menunjukkan beberapa contoh dari retak dingin yang biasa terjadi pada daerah pengaruh panas, atau HAZ.

Skematika Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas
Gambar 1. Skematika Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas

Factor Yang  Menyebabkan Timbulnya Retak Dingin adalah:

  1. Struktur mikro atau fasa yang terdapat pada daerah pengaruh panas
  2. Hydrogen difusi di daerah las
  3. Tegangan yang dimiliki di daerah las

Struktur Mikro Daerah HAZ

Struktur mikro yang terbentuk di daerah pengaruh panas, atau HAZ ditentukan oleh komposisi kimia logam induk, atau base metal dan pola atau kecepatan pendinginan dari daerah las. Kombinasi komposisi dan laju pendiningan dapat membentuk fasa-fasa yang sensitive terhadap timbulnya retak.

Untuk logam baja, retak dinging di daerah pengaruh panas, HAZ biasanya terjadi pada daerah yang berfasa martensite. Beberapa unsure yang ditambahkan sebagai paduan akan mempertinggi sifat mampu keras baja dan dapat mempertinggi sensitifitas retak dingin. Artinya beberapa unsure yang ditambahkan akan menyebabkan logam yang dilas menjadi lebih mudah retak. Untuk itu, harus diusahakan kandungan unsure paduan tersebut dibuat serendah mungkin.

Pengaruh komposisi atau unsure  terhadap sensitifias retak, atau kepekaan retak dingin di daerah pengaruh panas diakomodasi dengan nilai karbon ekivalen yang dinotasikan dengan Cek dan nilai parameter retak yang dinotasikan dengan PCM.

Formula untuk nilai karbon ekivalen adalah sebagai berikut:

Cek = C + Mn/6 + Si/24 + Ni/40 + Cr/5 + Mo/4 + V/14 (%)

Formula untuk nilai parameter retak adalah sebagai berikut:

PCM = C + Mn/20 + Si/30 + Ni/60 + Cr/20 + Mo/15 + V/10 + 5B (%)

Nilai karbon ekivalen dan parameter retak berkorelasi positif dengan kesensitifan terjadinya retak. Artinya kepekaan baja terhadap retak dingin akan turun, jika nilai karbon ekivalen dan parameter retak juga turun. Sejauh mungkin gunakan baja yang memiliki nilai karbon ekuivalen dan nilai parameter retak yang rendah.

Pengaruh unsur-unsur paduan atau komposisi kimia dalam karbon ekuivalen terhadap kepekaan retak dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah.

Hubungan Kepekaan Retak Dan Karbon Ekuivalen
Gambar 2. Hubungan Kepekaan Retak Dan Karbon Ekuivalen

Paduan atau unsure yang ditambahkan pada baja, merupakan usaha untuk mendapatkan sifat mekanik yang lebih tinggi. Dengan demikian, ketika nilai karbon ekivalen harus diturunkan, maka sifat mekanik baja yang diperoleh juga akan turun. Agar diperoleh sifat mekanik yang masih dapat memenuhi persyaratannya, maka harus diatur jenis unsure dan jumlahnya yang tidak memberikan pengaruh terlalu besar terhadap sinsitifitas retak.

Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki atau memilih kondisi pengerolan yang dapat meningkatkan sifat mekanik atau dengan mengatur proses perlakuan panas yang digunakan.

Pada kebanyakan baja, nilai karbon ekuivalen yang disarankan adalah kurang daripada 0,5 dan nilai parameter retak kurang daripada 0,36.

Hidrogen Difusi Dalam Daerah Las

Kandungan hydrogen dalam baja juga mempengaruhi kepekaan terhadap timbulnya retak. Pada saat pengelasan, logam las cair, weld metal menyerap hydrogen dalam jumlah yang relative besar. Hidrogen dalam logam cair ini akan diserap oleh logam pada daerah pengaruh panas bersamaan dengan terjadinya pembekuan logam las cair. Hal ini terjadi karena, kelarutan hydrogen pada temperature rendah sangat terbatas, sehingga kelebihannya dilepas ke daerah HAZ.

Kelarutan hidrogen dalam besi dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah, tampak bahwa semakin rendah temperatur, maka kelarutan hidrogen semakin rendah. Pada saat cair kelarutan hidrogen mencapai lebih dari 0,0025 persen. Ketika logam sudah membeku, dan mencapai temperatur sekitar 600 celcius, kelarutannya kurang dari  0.0002 persen.

Hubungan Kelarutan Hidrogen Dalam Besi Dengan Temperatur
Gambar 3. Hubungan Kelarutan Hidrogen Dalam Besi Dengan Temperatur

Kelebihan kandungan hydrogen dalam logam cair akan dilepas dengan cara difusi ke daerah pengaruh panas. Kandungan hydrogen pada daerah pengaruh panas menjadi naik. Hydrogen yang berdifusi ini menyebabkan terjadinya retak pada daerah pengaruh panas, HAZ.

Faktor Yang Meningkatkan Hydrogen Pada Logam Las Cair adalah:

  1. Air dan zat organic yang terkandung dalam flux
  2. Kelembaban Atmosfir tempat pengelasan dilaksanakan
  3. Minyak, zat organic dan air pada rongga dan permukaan logam yang akan dilas
  4. Minyak, zat organic, dan air pada kawat las

Gambar 4 di bawah menunjukkan hubungan antara kadar hydrogen difusi dalam logam las dengan kelembaban udara. Kandungan hydrogen difusi dalam logam las berkorelasi positif terhadap kelembaban udara tempat pengelasan dilakukan. Artinya, jika pengelasan dilakukan pada tempat yang lembab, maka logam las akan mengadung hydrogen tinggi. Hal ini akan menyebabkan kecenderungan terbentuknya retak dingin atau delay cracking. Jadi jangan melakukan proses pengelasan pada saat hujan atau baru turun hujan. Lakukan pengelasan pada tempat yang udaranya relative kering.

Hubungan Hidrogen Difusi Dengan Kelembaban Udara
Gambar 4. Hubungan Kadar Hidrogen Difusi Dengan Kelembaban Udara.

Cara Menghilangkan – Mengurangi Hydrogen adalah:

  1. Memberikan pemanasan awal pada logam yang akan dilas pada temperature 50 – 200 celcius. Hal ini berguna untuk menurunkan laju kecepatan pendinginan
  2. Memberikan pemanasan akhir atau setelah pengelasan pada temperature 200 – 300 celcius. Berguna untuk menurunkan tegangan sisa dan mengurangi fasa-fasa tidak stabil pada temperature ruang.
  3. Menggunakan flux yang mengadung banyak karbonat. Dengan flux ini akan dihasilkan gas kabon dioksida yang dapat menurunkan tekanan parsial hydrogen dalam busur listrik, sehingga dapat menurunkan hydrogen difusi..
  4. Sedapat mungkin menggunakan kawat las yang mengandung hydrogen sangat rendah.
  5. Panaskan elektroda sebelum digunakan untuk mengurangi kandungan air, atu zat organic pembawa hydrogen.
  6. Sebaiknya menggunakan gas pelindung CO2 atau lainnya.

Tegangan Pada Daerah Las

Selama pengelasan timbul tegangan yang tidak hilang setelah benda kerja mencapai temperature ruang. Tegangan yang mempengaruhi terjadinya retak dingin adalah tegangan sisa dan tegangan termal. Teganagan sisa yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh metoda las, rancangan las, prosedur, dan tebal benda kerja.

Benda kerja yang lebih tebal akan memiliki kepekaan retak semakin tinggi. Artinya makin tebal benda kerja, makin rentan terhadap timbulnya retak dingin.

Faktor-Faktor Penyebab Tegangan Sisa
Tabel 1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tegangan Sisa Pada Hasil Pengelasan.

Tebel 1 memperlihatkan factor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap timbulnya retak dingin pada daerah las. Kejadian retak dingin lebih didominasi oleh factor desain yang tidak cocok untuk pengelasan. Dan prosedur pengelasan memegang peran penting kedua setelah desain.

Seandainya materi ini memberikan manfaat, dan anda ingin memberi dukungan Donasi pada ardra.biz, silakan kunjungi SociaBuzz Tribe milik ardra.biz di tautan berikuthttps://sociabuzz.com/ardra.biz/tribe

Faktor Mempengaruhi Sifat Mampu Las Weldability, Jenis Cacat Las Baja Karbon,

Pengertian Mampu Las Baja.  Secara sederhana sifat mampu las, atau weldability dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan, logam untuk dapat dilas, tanpa ...

Faktor Penyebab Terjadinya Retak Pada Pengelasan

Pengertian Definisi  Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas, HAZ.  Retak Dingin atau cold cracking di daerah pengaruh panas atau HAZ umumnya tidak langsung t...

Las Resistansi Listrik: Electric Resistance Welding ERW, Spot Welding, Seam Welding, Flash Butt Welding, Resistance Butt Welding,

Pengertian Pengelasan Resistansi Listrik, ERW, Las resistansi listrik, atau electric resistance welding (ERW) adalah suatu metode pengelasan logam yang...

Las SMAW, Heat Input Struktruk Mikro Jenis Elektroda Las SMAW, Pengertian Polarity

Beberapa Pengertian Pengelasan diantaranya adalah sebagai berikut: Pengelasan atau Welding adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan...

Pembentukan Tegangan Sisa Pada Pengelasan Logam

Pembentukan Tegangan Sisa.  Pada proses pengelasan, daerah yang dilas akan menerima panas dengan temperature yang sangat tinggi, sedangkan daerah yang ...

Pengelasan MIG, Metal Inert Gas, Gas Metal Arc Welding GMAW

Pengertian. GMAW dikenal juga dengan istilah las MIG (Metal Inert Gas ), dan las MAG (Metal Active Gas) . Istilah tersebut didasarkan pada karakteristik...

Pengelasan Submerged Arc Welding SAW: Pengertian Jenis Fungsi Fluks Komposisi Kawat LAS

Pengertian Pengelasan Submerged Arc Welding atau busur listrik terrendam SAW adalah proses penyambungan logam yang menggunakan elektroda dan fluks yang...

Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG): Pengertian, Jenis Contoh Komposisi Kawat Las GTAW

Pengertian Las TIG: Nama lain untuk pengelasan metoda Tungsten Inert Gas adalah Las gas tungsten arc welding (GTAW). Sedangkan istilah lain untuk tungsten...

Preheating Post Weld Heat Treatment Tujuan Fungsi Jenis Prosedur Prinsip Kerja

Pengertian Preheating dan Post Weld Heat Treatment. Preheating dan post weld heat treatment PWHT secara umum diperlukan untuk menjaga atau mencegah terjadinya...

Pustaka:

  1. Wiryosumarto. H., Okumura. T., 1979, “Teknologi Pengelasan Logam”, Pradnya Paramita, Jakarta.

Pembentukan Tegangan Sisa Pada Pengelasan Logam

Pembentukan Tegangan Sisa. Pada proses pengelasan, daerah yang dilas akan menerima panas dengan temperature yang sangat tinggi, sedangkan daerah yang lebih jauh menerima panas yang lebih rendah. Selama proses pengelasan, temperatur daerah yang dilas akan berubah terus-menerus, sehingga distribusi temperature menjadi tidak homogen. Ketidak-homogenan tempetarur ini mengakibatkan logam mengalami pemuaian dan dekomposisi fasa yang tidak sama.

Daerah yang dilas memiliki temperature yang sangat tinggi dan akan mengalami pemuaian atau perubahan volume yang relative besar. Sementara itu, daerah yang temperaturnya lebih rendah akan mengalami pemuaian yang kecil, dan daerah yang dingin, tidak akan mengalami proses pemuaian, Daerah yang dingin ini akan menjadi penghambat  proses pemuaian lebih lanjut. Gambar 1 menunjukkan koefisien muai logam baja pada berbagai temperature.

Hubungan Koefisien Muai Baja Dengan Temperatur
Gambar 1. Hubungan Koefisien Muai Baja Dengan Temperatur

Daerah lasan akan mengalami transformasi fasa sesuai dengan temperaturnya. Karena distribusi temperature tidak sama, maka dekomposisi fasa juga tidak merata. Perubahan fasa akan diikuti oleh perubahan volume fasa atau kristal. Jadi, akibat adanya perbedaan temperatur, maka tidak semua daerah fasanya berubah. Akibatnya terjadi perbedaan volume di daerah lasan.

Selama proses pendinginan, daerah temperature tinggi akan menyusut lebih besar dibanding daerah yang relatif dingin. Selain itu, akan terjadi dekomposisi fasa ke fasa temperature rendah. Kondisi ini menyebabkan timbulnya tegangan yang saling berlawanan.

Konsekuensi dari adanya perbedaan temperature dan pendinginan ini adalah terjadinya peregangan di daerah lasan. Peregangan dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk secara permanen. Hal ini diakibatkan terjadiinya perubahan sifat mekanik di daerah lasan. Di lain sisi, regangan dapat menimbulkan tegangan yang sifatnya permanen, yang disebut tegangan sisa.

Seandainya materi ini memberikan manfaat, dan anda ingin memberi dukungan Donasi pada ardra.biz, silakan kunjungi SociaBuzz Tribe milik ardra.biz di tautan berikuthttps://sociabuzz.com/ardra.biz/tribe

Pustaka:

  1. Wiryosumarto. H., Okumura. T., 1979, “Teknologi Pengelasan Logam”, Pradnya Paramita, Jakarta.
error: Content is protected !!